Jumat, 17 Desember 2010

BISNIS DAN ETIKA


1. Mitos Bisnis Amoral

Mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas. Etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat.

Menurut mitos ini, karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis sebaik mungkin untuk mendapatkan keuntungan, maka yang menjadi pusat perhatian orang bisnis adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual, dan membeli barang dengan memperoleh keuntungan. Singkatnya, sasaran dan tujuan, bahkan tujuan satu-satunya dari bisnis adalah mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya. Maka, orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai-nilai moral.

Tanpa mengabaikan kenyataan adanya praktek bisnis yang tidak etis dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa argumen yang dapat diajukan untuk memperlihatkan bahwa mitos bisnis amoral sesungguhnya tidak sepenuhnya benar.
1. Bisnis memang sering diibaratkan dengan judi. Dalam bisnis orang dituntut untuk berani bertaruh, berani mengambil resiko, berani berspekulasi, dan berani mengambil langkah atau strategi tertentu untuk bisa berhasil. Karena itu, orang bisnis memang perlu menerapkan cara dan strategi yang tepat untuk berhasil – karena taruhannya besar. Cara dan strategi bisnis pun harus etis, karena dalam bisnis ada nilai manusiawi yang dipertaruhkan.
2. Tidak sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi), dunia bisnis mempunyai aturan main sendiri yang berbeda sama sekali dari aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya. Alasannya, karena bisnis adalah bagian (aktivitas) yang penting dari masyarakat. Itu berarti norma yang baik dan berlaku dalam kehidupan, mau tidak mau juga ikut dibawa serta dalam kegiatan dan kehidupan bisnis seorang pelaku bisnis sebagai manusia.
3. Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktek monopoli mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal karena ada dasar hukumnya. Namun tidak dengan sendirinya benar bahwa praktek ini dibenarkan dan diterima secara moral. Karena itu, anggapan bahwa suatu kegiatan yang diterima secara legal akan diterima secara etis, jelas keliru. Dalam kaitan ini pula, anggapan bahwa orang bisnis hanya perlu memperhatikan aturan hukum tidak sepenuhnya benar.
4. Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu fakta yang berulang terus dan terjadi di mana-mana menjadi alasan yang sah bagi kita untuk menarik sebuah teori yang sah dan berlaku universal. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan faktual yang terus berulang.
5. Pemberitaan, surat pembaca, dan berbagai aksi protes yang terjadi di mana-mana untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis, menunjukkan bahwa masih banyak orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral. Ini berarti omong kosong kalau dikatakan bisnis tidak punya sangkut pautnya dengan etika.

2. Keuntungan dan Etika
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena, pertama, keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, keuntungan memungkinkan perusahaan menghidupi karyawan-karyawannya pada tingkat dan taraf hidup yang semakin baik.

Ada beberapa argumen yang dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan.
1. Dalam bisnis modern dewasa ini para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang yang profesional dalam bidangnya.
2. Dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah benar-benar raja.
3. Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pihak dijamin, para pelaku bisnis sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya.
4. Perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siap untuk dieksploitasi demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Berdasarkan argumen-argumen pada bagian ini, maupun pada bagian sebelumnya, terlihat jelas bahwa mitos bisnis amoral adalah mitos yang tidak benar. Anggapan bahwa bisnis adalah kegiatan yang amoral, yaitu kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas, adalah sama sekali tidak benar. Justru sebaliknya, bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan.
Pertanyaannya adalah, mengapa masih ada saja praktek-praktek bisnis yang secara terang-terangan melanggar norma dan nilai-nilai moral yang siapa pun akan mengutuknya. Ada beberapa jawaban yang bisa diberikan di sini.
1. Adalah hal yang manusiawi bahwa tidak ada seorang pun yang bersih dan seratus persen etis dan bermoral dalam seluruh tindakannya.
2. Secara khusus untuk bisnis di Indonesia, praktek bisnis yang tidak etis, tidak baik, tidak fair yang sering kita temukan dalam dunia bisnis kita, sesungguhnya disebabkan adanya peluang yang diberikan oleh sistem ekonomi dan politik kita.
3. Ada kemungkinan lain bahwa praktek bisnis tertentu melanggar norma dan nilai moral tertentu karena pelakunya berada dalam keadaan terpaksa.

3. Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis

Ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis, yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Etika bisnis ini sering ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis juga disebut sebagai etika manajemen.
2. Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, lebih bersifat makro atau sebagai etika ekonomi.
Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menentukan baik tidaknya, etis tidaknya praktek bisnis.

4. Prinsip-prinsip Etika Bisnis
1. Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.
2. Prinsip Kejujuran
Berikut ini tiga lingkup kegiatan bisnis agar para pelaku bisnis modern sadar dan mengakui bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah keberhasilannya, termasuk untuk bertahan dalam jangka panjang, dalam suasana bisnis penuh persaingan yang ketat.
 Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
 Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding.
 Kejujuran juga relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

5. Etos Bisnis
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri perusahaan sebagai penghayatan tentang bisnis yang baik.


Sumber :
DR. A. Sonny Keraf. 2006. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar